Sabtu, 26 Mei 2012

Nilai Agama dalam Pendidikan Indonesia

KOPI - Undang-Undang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Pendidikan, jika dipahami dari stuktur kata dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Berasal dari kata dasar didik, mendapat awalan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, sehingga memiliki makna kurang lebih sebuah proses atau kegiatan atau cara untuk mendidik. Sedangkan secara bahasa, pendidikan dapat dipahami sebagai proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Disadari ataupun tidak Pendidikan merupakan bagian integral dari suatu bangsa. Tak dapat dipisahkan sama sekali. Kualitas pendidikan suatu bangsa memiliki kontribusi yang besar di dalam memajukan bangsa itu sendiri. Sehingga ada istilah yang menyebutkan bahwa “membangun pendidikan adalah membangun bangsa”, hal ini benar adanya mengingat pendidikan merupakan bagian yang sangat vital. Terlebih bagi generasi muda di masa mendatang.
Namun, fakta di lapangan lebih banyak membuktikan bahwa Institusi Pendidikan yang ada saat ini belum sepenuhnya mampu mengakomodir kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat, terutama mereka yang terlahir di golongan bawah. Kebanyakan hanya mengenyam pendidikan sebatas sekolah dasar, bahkan sebagian lagi tidak pernah merasakan pendidikan sama sekali. Hal ini diperparah dengan minimnya pemahaman moral dan agama yang dimiliki peserta didik.
Krisis multidimensi yang sering disebutkan oleh beberapa pakar memang bisa jadi penyebab akan terjadinya ketidakmerataan pendidikan di Indonesia saat ini. Proses akulturasi budaya yang semakin mudah berkat adanya teknologi informasi. Krisis ekonomi yang berujung pada krisis politik dan sosial. Belum lagi adanya kemajemukan yang begitu luar biasa di Indonesia. Semua ini mengandung potensi timbulnya konflik yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi dan menganggu proses menuju tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Sisdiknas bab II Pasal 3, bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Berdasarkan tujuan pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa titik paling pokok tujuan Pendidikan Nasional adalah berorientasi pada upaya tercapainya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semakin jelas bahwa nilai Iman dan Takwa (IMTAK) merupakan nilai yang dijunjung tinggi sekaligus cita-cita pertama yang hendak diwujudkan melalui Pendidikan Nasional.
Panjang lebar fungsi pendidikan di atas tentu bukan sebatas hitam di atas putih. Atau semacam rumusan formula yang hanya menjadi hiasan dan tidak pernah diwujudkan. Tindakan yang nyata untuk mewujudkan tujuan tersebut serta integrasi dengan seluruh elemen masyarakat harus dilaksanakan. Langkah pertama ini harus segera dipijakkan oleh Pemerintah untuk memulai langkah-langkah berikutnya, sehingga tujuan Pendidikan Nasional dapat direalisasikan dan bukan sekedar isapan jempol.
Pada tahun 2007, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas telah mengembangkan program alternatif berbasis IMTAK guna mencapai tujuan tersebut, yang sayangnya sampai saat ini masih kurang optimal. Sehingga hemat penulis, langkah tersebut dapat dihidupkan kembali di tingkat grass root, tentunya dengan menyesuaikan kearifan lokal masing-masing daerah.
Langkah tersebut, antara lain; pertama, mewujudkan suasana sekolah yang kondusif. Hal ini penting mengingat belakangan kita lebih sering menemukan kondisi sekolah yang masih jauh dari kesan kondusif. Bagaimana mungkin sebuah ilmu bisa terserap dengan maksimal manakala kondisi lingkungan tidak mendukung. Wujud dari langkah pertama ini bisa berupa; penyusunan program sekolah, lokakarya pengaturan tata tertib dan sarana prasarana, fasilitasi model sekolah yang kondusif, hingga pengadaan sarana dan prasarana.
Kedua, mewujudkan nilai-nilai IMTAK dalam kehidupan sekolah. Realisasi dari langkah kedua bisa dalam bentuk; penyusunan pedoman dan tentang penanaman nilai iman dan takwa dalam kegiatan sekolah, ekstra kurikuler hingga proses belajar-mengajar, dan sosialisasi pengembangan ekstrakurikuler untuk mendukung IMTAK.
Ketiga, meningkatkan kerjasama antara orang tua dengan sekolah, masyarakat dalam upaya meningkatkan IMTAK siswa. Strategi ini bisa diwujudkan dalam bentuk; penyusunan pedoman kerjasama antara orang tua, sekolah dan masyarakat. Pengembangan model kerja sama orang tua dengan sekolah dan masyarakat, serta pengadaan buku penunjang.
Terakhir yaitu meningkatkan koordinasi dengan jajaran yang terlibat dalam proses pendidikan, seperti Depdiknas, Depag, Dinas Pendidikan Provinsi, dan lain-lain. Diwujudkan dalam bentuk rapat koordinasi dan networking untuk monev.
Pendidikan berbasis Iman dan Takwa sangat ideal untuk menggantikan sistem pendidikan sebelumnya yang kita kenal cenderung semi-sekuler. Di pendidikan semi sekuler, mata pelajaran agama mendapatkan porsi alokasi waktu yang sedikit, padahal mata pelajaran ini menjadi landasan dasar keilmuan bagi mata pelajaran yang lain. Sehingga perlu ada perubahan dan pencerahan agar mata pelajaran agama mendapatkan alokasi waktu yang sama atau bahkan lebih banyak.
Penulis menyadari tulisan ini hanya akan menjadi tulisan manakala tidak mendapatkan dukungan sepenuhnya dari semua pihak yang memiliki kekuasaan dan kewenangan. Namun sekali lagi, idealnya formula pendidikan bagi bangsa Indonesia adalah manakala pendidikan mampu mengintegrasikan nilai-nilai agama (IMTAK) ke dalam proses belajar mengajar. Sehingga generasi yang terbentuk bukan hanya memiliki kecerdasan intelektual, tetapi juga bermoral!
Kalil, Lahir di Blora, Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Muhammadiyah Semarang

Tidak ada komentar: